Kamis, 09 Februari 2017

Pilkada No Ancam-ancam








Pilkada nanti jangan pakek ancam-ancamlah, kami takutlah dengan ancaman, karena kami tidak punya kuasa, kami tidak punya senjata..
Satu yang pasti siapapun yang menang hidup kami akan tetap seperti ini. waktu telah membuktikan segalanya.
Karena kebijakan Bapak-bapak nanti mengatasnamakan bapak sendiri, keluarga dan golongan bapak.
Tidak mungkin hari ini yang telah sukses membawa bapak ke kursi nomor 1 tidak akan menuntut jasa mereka.
#pilkadadamai
#noancamancam

Minggu, 05 Februari 2017

Pilih 2 atau 6 ya

Masih ada waktu untuk menimbang nimbang siapa kira kira calon gubernur yang akan dipilih tanggal 15 nantinya.


Saya sendiri masih bimbang antara pasangan calon gubernur irwandi-Nova atau Apa karya-T. Alaidinsyah. Idola saya adalah Tgk. Agam Irwandi sejak dulu saat menjabat Gubernur Aceh. Tgk Agam gaya ala Koboy bisa menerbangkan pesawat adalah pesona tersendiri bagi seorang yang akan menjadi no. 1 di Aceh. Program JKA yang canangkan pada masa beliau menjabat, masyarakat yang hidup melarat sangat terbantukan dengan program tersebut.

Biaya pengobatan gratis mulai dari sakit ringan sampai dengan operasi besar semua digratiskan. Dan sampai sampai saat ini program ini masih berjalan, walau diakui masih perlu perbaikan disana sini. Saya pikir ini adalah yang luar biasa, selain program Dayah dan beasiswa S2 dan S3 yang telah dan dicanangkan kembali oleh Tgk. Agam dengan slogan " kita lanjutkan yang tertunda". Tentu janji ini diyakini oleh sebagian besar masyarakat Aceh tidak akan menjadi janji janji manis tanpa bukti nyata, karena memang Tgk. Agam pernah berbuat. Insyaallah kalo menang kita akan melihat mimpi mimpi yang tertunda akan menjadi kenyataan.

Lain halnya dengan Apa Karya yang juga saya idolakan. Apa karya yang menurut teman2 saya yang sebagian besarnya adalah politikus yang cukup handal, hanya karena mereka menjagokan Paslon gubernur lain menyebutkan bahwa Apa Karya tidak lebih dari seorang pelawak di panggung stand up komedi. Saya yakin warga lain yang tergolong kaum intelektual dan para pejabat juga akan berpendapat demikian, bahwa apa karya hanya geu peugot ulok. Jika dikaji apa yang disampaika Apa Karya adalah rill apa adanya dan langsung tepat sasaran. Tidak banyak retorika dalam penyampaian Apa selalu langsung ke intinya.

Boh janeng yang kemudian jadi viral di media sosial mereka mengatakan bahwa Apa ka geupula janeng jinoe dan enteuk tanyoe pajoh tapajoh janeng. Malam itu seketika semua membahas janeng. Tak terkecuali saya sendiri langsung mencari apa itu janeng, khasiat nya dan segala hal yg terkait boh janeng...

Dan saya tidak membahas begitu pentingnya boh janeng zaman dulu masa perang, dan kemungkinannya sebagai salah satu bahan pangan pengganti beras yg rendah kadar glikemiknya untuk pencegahan diabetes yang sayang jika tidak dibudidayakan.

Bagaimanapun dalam dua penampilan debat kandidat gubernur Apa Karya berhasil menguasai panggung. Dimulai dengan pertanyaan2 yang menohok untuk lawannya, juga jawaban jawaban yang cukup brilliant dikeluarkan Apa Karya menangkis serangan lawan2nya. Apa karya adalah orang yang Hana peutimang droe, Hana meunoe meudeh (lagee na aju) slogan yang kemudian dijadikan jargon oleh timsesnya. Apa karya juga hebat dalam setiap kampanyenya selalu saja ada hadis yang dibawakannya, ada hadih Maja yang disebutkannya.

Hadih Maja adalah Haba peuingat lam udep bagi ureung Aceh. Hadih Maja yang terakhir diucapkan Apa Karya ketika disindir oleh Paslon rivalnya adalah " Meunyo tanyoe di kap le asee, Hana payah tabalah ta kap asee".. hahahahaa, dalam dan penuh makna. Begitulah Apa Karya. Saya yakin apabila beliau menjadi gubernur Aceh tidak banyak cang panah, beliau pasti akan membenahi banyak hal untuk kesejahteraan dan kemakmuran Aceh yang lebih baik.

Mohon maaf saya hanya mengidolakan Pak Irwandi dan Apa Karya. Yang lain bukan pilihan saya. Saya menulis ini murni sebagai salah satu warga yg masih bimbang nanti akan pilih siapa.
Bagaimanapun sebagai warga yang baik, tentu saya menerima siapa pun gubernur yang terpilih nanti, sebagai gubernur saya. Pemimpin saya. Insyaallah
 
#bekpanik, #beksalahpilih, #pilkadadamai
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari

Minggu, 22 Januari 2017

Alasan Hadir Kampanye Pemilihann Gubernur, Bupati/Walikota




Musim kampanye telah tiba. Tanggal 15 Februari 2017 nanti masyarakat Aceh kembali akan memilih pemimpin yang akan menduduki posisi Gubernur atau Bupati/Walikota. Kampanye sebagai ajang “menjual diri” dengan trik dan janji-janji manis, menawarkan program-program, memoles visi dan misi yang akan dilakukan ketika mereka terpilih.  Tidak jarang hal yang tidak masuk akalpun kadang terlontar ketika kampanye, pengalaman membuktikan bahwa ada banyak janji-janji masa kampanye terlupakan.

Obral janji dan juga  bagi-bagi hadiah, seperti amplop, baju, sarung, kupiah (topi),  mukena bros, dll  berharap bahwa sipenerima hadiah tersebut akan memilihnya sebagai pemimpin mereka. Beberapa warga yang idealis sama sekali tidak akan mengambil hadiah yang diberikan cuma-cuma, beberapa lagi sangat senang ketika diberi hadiah seperti ini, tetapi menurut saya  mereka juga tidak salah, dikasih hadiah terima, soal nanti siapa yang akan dicoblos di hari H, itu adalah privasi saya, rahasia dong..

Selain dari tawaran hadiah, pencitraan  juga dilakukan oleh timses masing-masing paslon, beberapa kadang terlihat aneh menurut saya. Dibagus-bagusin gitu, padahal yang kenal kita Bapak/Ibu itu tidak seperti itu sekali lah… tetapi meunan keuh usaha dari dari calon pemimpin kita.

Dengan berkembangnya teknologi digital  (android), dunia berada diujung jari, saya pikir masyarakat hari ini sudah pintar (berharap) dan pasti tahu dengan persis (mengenal karakter mereka) siapa kira-kira idolanya yang ia yakin dan berharap sebagai Bupati/Walikota atau Gubernur Aceh.  Berdasarkan pengalaman mayarakat juga mengenal dengan dekat calon-calon yang ada. Karena diantara mereka merupakan publik  figur yang sudah pernah menjabat sebagai Gubernur atau Wakil Gubernur dan juga Bupati/Walikota atau wakil Bupati, atau Plt gubernur atau Bupati (urueng awai) atau pernah menjawab Kepala Dinas dan Direksi bank ternama di Aceh. Bukti kerja nyata mereka sebelum menjadi Gubernur atau Bupati, apa yang sudah dilakukan, pengaruhnya untuk pembangunan Aceh sejauhmana, sedikit banyak masyarakat sudah tahu?

Menurut saya kampanye yang menelan biaya tidak sedikit, karena harus membayar artis/pelawak, membayar pengamanan tidak terlalu bermanfaat selain dari mencari hiburan lain yang disediakan oleh panitia kampanye.

Berdasarkan jawaban dari orang-orang yang saya temui dan juga beberapa diantaranya adalah murni opini saya sendiri, kemudian saya mengelompokkan alasan-alasan mengapa orang—orang menghadiri kampanye, berikut adalah alasan tersebut:

Alasan hadir pada kampanyen Paslon gubernur atau walikota/bupati :
1. Mendapat uang saku
2. Mendapat baju gratis/sarung/mukena/Bros, dll
3. Ada artis/pelawak yang sedang naik daun
4. Ingin melihat keramaian
5. Mau beli kacang, es krem, bakso goreng, dll...



Bapak-bapak dan salah belok ibu-ibu

Tadi pagi saat jalan ke tempat kerja, dengan mengendarai my lovely beat 😍😍 (Honda/sepeda motor). Didepan saya seorang bapak-bapak yang usianya, saya prediksi sedikit lebih muda dari saya. Cara berpakaiannya sangat rapi, khas hari Jumat batik, dengan celana pajang dan sepatu warna hitam. Dari gayanya pastilah bapak ini profesiya dosen.
Bapak ini menghidupkan lampu sign kiri, oh satu arah dengan saya berarti, kemudian karena ada mobil di depan bapak itu saya tidak jadi mendahului, karna di depanpun saya harus ke kanan , saya terus dibelakangnya. Lampu sign bapak itu masih menyala ke arah kiri. Dan saya sudah menghidupkan sign-saya ke kanan. Di depan saya bapak itu belok kanan tetapi lampu sign-nya tetap di kiri, hahahahaha….. saya tertawa dalam hati, ternyata tidak hanya ibu-ibu yang lampu sign-nya ke kiri tapi beloknya ke kanan, bapak-bapak juga saudara-saudara…
Dalam hati saya menduga, bapak ini berangkat kerja pasti beliau bangun pagi-pagi shalat subuh, membereskan dapur, cuci piring, mencuci baju anak-anaknya, kemudian menyiapkan sarapan untuk keluarganya. Seterusnya mencatat bahan belanjaan nanti siang, kemudian memandikan menyuapi sikecil sarapan. Kemudian menyiapkan diri (mandi, berpakaian), lalu dengan berteriak kepada anak-nya untuk segera berkemas membereskan buku untuk dimasukkan ke dalam tas, memakai sepatu sendiri, memakaikan sepatu anaknya, kemudian mengambil helm sendiri , dan seterusnya juga mengambil helm anaknya.
Dalam perjalanan beliau membayangkan janji untuk bertemu mahasiswanya untuk bimbingan skripsi, janji dengan dengan temannya untuk membawakan DPNA mahasiswanya. Selain itu juga, hari ini adalah hari terakhir untuk menyerahkan laporan penelitian ke LPPM dan tanda tangan bapak Dekan belom ada.. Ooowhhh.. betapa repotnya bapak itu ya sampai lampu sign-nya juga lupa dimatikan, berbelok tidak searah dengan nyalanya lampu sign. hahahaha
#harapmaklumbapak2denganlampusigndansalahbelokibu2…ya

Rabu, 18 Januari 2017

“Meuripee (Patungan) dalam Sebuah Kenduri Pernikahan di Kampong”



Patungan  meuripee (dalam bahasa Aceh) adalah bersama-sama membeli, menyewa, dan sebagainya, atau bersama-sama mengumpulkan uang untuk maksud tertentu  (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Dalam budaya masyarakat Aceh sampai saat ini masih sangat kental sekali dengan budaya meuripee ini.
Sebuah keluarga jika ingin mengadakan acara kenduri  pernikahan salah satu anggota keluarga mereka, biasanya sebelumnya keluarga inti (Abang, adik dari orangtua yang berhajat (dara baro atau linto baro), sepupu dari pihak ayah dan ibu, kakek dan nenek (jika masih hidup) dari pihak ayah dan ibu akan mengadakan rapat kecil membicarakan teknis pelaksanaan acaranya, sumber dana, berapa jumlah tamu yang akan diundang. 
Jumlah uang ripee sangat tergantung dari kemampuan masing-masing pihak. Semakin dekat kekerabatannya biasanya jumlahnya  semakin banyak. Dalam sebuah cara kenduri pernikahan, tidak hanya uang, terkadang mereka menanggung, beras , sayur,  ternak (sapi, kerbau, kambing ) yang akan disembelih untuk acara kenduri tersebut, atau menanggung makanan, salah satu atau lebih menu yang akan disajikan misalnya, Kuah beulangong (kuah kari), rendang, ayam, telur, kue-kue,  tape , rujak, serabi dan sebagainya, dengan porsi sejumlah tamu undangan yang akan diundang.  Ada juga materi ripee itu berupa sewa  peralatan yang dibutuhkan untuk kenduri, misalnya sewa teratak dan segala atributnya (meja, kursi, piring dan sebagainya), perkakas masak, serta pelaminan, yang jumlahnya juga tidak bisa dibilang sedikit.
Saya pernah mendengar cerita dari seorang teman saya yang keluarganya (makciknya) baru saja mengadakan kenduri pernikahan  putrinya. Makciknya tersebut bukanlah orang berada, tetapi beliau memiliki saudara yang  punya uang walau belum bisa dibilang orang kaya. Awalnya mereka ragu untuk mengadakan kenduri besar mengingat keluarga makciknya bukan keluarga yang mampu, tetapi pihak keluarganya berembuk untuk memastikan berapa sumberdaya yang dimiliki untuk mengadakan kenduri. Walhasil jumlah uang dan sumberdaya lain yang terhitung dalam jumlah yang mencukupi untuk sebuah kenduri besar dikampung. Akhirnya mereka dapat mengundang 4 kampong disekitar tempat mereka tinggal, beserta sahabat dan kerabat keluarga  yang bertempat tinggal jauh dari rumah mereka.
Meuripee ini juga salah satu kearifan lokal yang saya pikir  jangan sampai dibuang-lah, walau mungkin beberapa  keluarga yang mampu ini tidak terlalu berfungsi.
 #savemeuripee, #meuripeebudayakita


Selasa, 17 Januari 2017

KEPRIBADIAN

Ada banyak orang terlihat begitu menawan, anggun, mempesona, bahkan kita sendiri ragu apakah seseorang dgn gambaran tersebut memiliki kekurangan, walau kita paham dan haqqul yakin bahwa tidak ada seorangpun manusia di bumi ini yang sempurna, yes no boddy Perfect.

Tetapi beberapa orang lainnya terlihat menyedihkan, kaku, penampilan biasanya saja, jauh dari kesan profesional, apalagi kesan fashionble. Bukan tidak berusaha untuk tampil menarik, smart, perfectionis, atau apapun lah gambaran mengenai orang yang sukses percaya diri. Ada banyak orang berusaha untuk itu, bahkan beberapa sekolah di kota besar menyediakan tempat belajar meningkatkan kepribadian. Tetapi hasilnya tetap saja, saya bilang ini memang sudah bawaan, hahaha...

Akhir-akhir ini saya benar-benar mengamati orang orang disekitar saya. Beberapa memang tampil sangat percaya diri benar, beberapa diantaranya percaya diri dengan kesan sangat alami, beberapa yang sedikit terkesan sombong, ada juga yang sama sekali tidak ada kesan congkak dalam kepede-annya.
Sebaliknya ada orang-orang yang terkesan bersahaja, sederhana, dibalik itu saya sangat yakin harusnya bisa bersikap angkuh atau setengahnya, tetapi dia memilih untuk peformanya terlihat biasa saja. Ini adalah pilihan.



Ada juga model orang yang biasa saja, walau hampir semua orang dapat menduga bahwa ada usaha ekstra yang harus dia lakukan untuk mencapai level high class versinya dia.
Menurut saya ini yang paling menyedihkan. Sudah berusaha pun hasilnya nihil. Bagaimanapun setidaknya dia telah berusaha. Dengan bersusah payah dia memperbaiki perilakunya agar terlihat seperti keturunan bangsawan. Mengubah caranya berpakaian dengan model terkini, memilih temannya di tempat kerja, berusaha untuk bisa minum kopi bersama dengan teman-teman yang mampu memilih resto dan cafe dengan harga yang tinggi. Dia berusaha Lo, tetapi kesannya tetap terasa dipaksakan.. sedih bukan??

Saya pikir kembali lah pada keadaan yang sesuai dengan kemampuan kita, orang tidak selalu, tepatnya tidak semua orang menilai diri kita dari apa yang kita kenakan, dengan gaya hidup kita berlebihan, Tetapi orang lebih Menghargai kita karena perilaku kita, cara kita bertegur sapa, senyum tulus dari kita sebagai saudara, sahabat, teman tim dalam bekerja, keikhlasan dalam membantu kesulitan orang lebih penting dari segalanya..
Menjadi orang baik memang tidak mudah, saudara kita tidak menuntut kita untuk menjadi malaikat tanpa kesalahan, bagaimanapun kita mencoba untuk tidak menyakiti hati saudara kita, tetap saja kita terkadang tanpa sadar menyentil hati teman kita, yang mungkin saat itu sedang sensitif, tidak dapat menerima candaan kita, yang kita pikir biasa saja, tidak sadar kita kadang melupakan janji yang telah kita ikrarkan pada orang tersayang kita.

Saya membayangkan apabila, orang yang melakukan kesalahan tahu bahwa dia harus meminta maaf, dan yang diminta maaf dengan tulus menerima permohonan maaf itu. Setelahnya tidak ada lagi dendam, tidak ada lagi kebencian.

Begitu juga orang membantu saudaranya, dengan ikhlas dia membantu, tanpa pamrih, tanpa mengharapkan apa-apa. Tidak kemudian bercerita kepada teman yang lain atas kebaikan yang telah dilakukan. Konon lagi dibumbui dengan maksud agar terlihat hebat, tetapi benar-benar tulus. Teman yang meminta bantuan, tanpa dikomando tahu mengucapkan terima kasih.

Jika kita ingin dihargai, maka hargailah orang lain. Jika kita memperlakukan orang dengan baik, maka kita akan melihat pantulan yang sama terhadap diri kita. Kita mendapatkan kebaikan yang lebih dari yang kita beri.
#budayakanberbahasayangsopan, #hindaricacimaki, #sesamamuslimharussalingmenyayangi, #tidakmembeci

Minggu, 15 Januari 2017

Tumuet (Bisul)--> Edisi Bahasa Aceh



Tumuet….
Mandum tanyoe lagee hi na tom i timoh tumuet (aci tunyok jaroe yang tom rasa, hehehe), secara jih ditimoh hana dituri sari, meuka ditimoh aju peu bak aneuk miet, ureung chik, ureung tuha, ureungmuda, bak ureung inong, atau bak ureung agam, dan saket jih luar biasa, mulia dari ban teurasa bacut sampe beureutoh nyan saket jih bek tanyong, gadoh ah teuh. Saat yang paleng saket adalah watee rab beureutoh, meu taduek hanjeut, ta eh pih sihet, tajak cit abeng, kop saket kira ju… (yang tom rasa pasti neu teu ‘oh)
Berdasarkan tempat ji timoh tumuet nyan na lhee macam (yang lon teupeu). Meunyo di timoh bak punggong nan jih tumuet, nyo ditimoh bak gitiek nan jih bireng dan meunyo ditimoh bak atra jeh (tulisan miring beh
J) nan jih barah.
Berdasarkan padum-padum boh artikel yg lon baca rupari tumuet nyan I timoh karena infeksi bak kulet, karena na kumeun (bakteri). Kadang-kadang tuwo ta peugleh di daerah nyan, biasa jih di awali oleh bintik merah kadang langsong di peuduek mata (benjolan ubiet lagee jerawat), lheuh nyan meutamah mirah dan meutamah kumong (bengkak), lheuhnya baro i tubiet nanoh, lheuh nyan baro aman. Geupeugah lee ureung tuha adak jeut beu abeh ditubeit nanoh dan basi nyan, meunyo han di tamoh laen eunteuk.
Tapi yang pasti memang tanyo harus udep yang gleh, gleh droe, gleh teumpat dan gleh lingkungan, gleh hate dan gleh pikiran…

Sabtu, 14 Januari 2017

Hiegien, dan Nosokomial di Rumah Sakit



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Higiene dan sanitasi menjadi salah satu upaya pencegahan penyakit yang menitik beratkan pada usaha-usaha kesehatan lingkungan hidup manusia dan bagaimana cara orang memelihara dan melindungi diri agar tetap sehat (Bapelkes, 2012). Higiene dan sanitasi sangat penting, terutama di tempat-tempat umum yang melayani orang banyak (Djarisawati et al., 2004) salah satunya ruangan instalasi gizi rumah sakit yang menyediakan makanan bagi pasien (Nurmianto et al., 2011) Instalasi gizi menjadi bagian atau unit kerja di rumah sakit yang tidak kalah pentingnya dengan pelayanan lain di rumah sakit, karena memberikan pelayanan langsung kepada pasien melalui makanan yang disajikan oleh asuhan gizi (Azhari, 2014)
Fasilitas ruangan instalasi gizi mempunyai peran yang penting dalam menunjang proses penyembuhan, karena itu fasilitas ruangan instalasi gizi harus memenuhi standar kebersihan (Nurmianto et al., 2011). Di dalam ruangan instalasi gizi Rumah Sakit Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, terdapat makanan, petugas pengolah makanan, alat makan yang digunakan pasien, meja tempat makanan serta air pencucian peralatan masak dan makan. Beberapa tipe mikroorganisme dapat bertahan hidup dengan baik pada lingkungan seperti ini.  Mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi selama perawatan di rumah sakit dimana infeksi tersebut tidak ada pada saat pasien masuk ke rumah sakit. Infeksi yang timbul lebih dari 48 jam setelah masuk rumah sakit, biasanya sudah disebut infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit lebih disebabkan oleh faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya ke makanan dan alat makan (Ducel et al., 2002) Penyelenggaraan makanan yang kurang memenuhi syarat kesehatan, selain memperpanjang proses perawatan juga dapat menyebabkan timbulnya infeksi silang atau infeksi nosokomial yang diantaranya dapat melalui makanan (Nurlaela, 2011).
Prevalensi infeksi nosokomial pada 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik Barat sekitar 8,7% dibandingkan dengan Asia Tenggara sebanyak 10,0%.5 Di 10 RSU pendidikan Indonesia, infeksi nosokomial cukup tinggi yaitu 6-16% dengan rata-rata 9,8% pada tahun 2010 (Nugraheni et al., 2012). Penelitian yang dilakukan pada makanan dan peralatan makan di instalasi gizi RSUD Dr. Soedarso, yaitu bubur rata-rata total mikrobanya 4.869 koloni/gr, nasi 1.949 koloni/g, tempat bubur 383.506,75 koloni/cm2, tempat nasi 443.765,50 koloni/cm2, sedangkan total mikroba pada sendok nasi 2.937,38 koloni/cm2 dan sendok bubur 2.937,38 koloni/cm2 (Nurlaela, 2011).
Pada penelitian di instalasi gizi Rumah Sakit Umum daerah Luwuk Kabupaten Banggai sebanyak 4 jenis sampel makanan yaitu ikan rebus, semur daging, kacang panjang tumis dan soto banjar positif terinfeksi e.coli. E.coli tertinggi pada ikan rebus dan kacang panjang tumis yaitu 37,2 sel/gr sampel makanan dan terendah adalah semur daging yaitu 4,5 sel/gr sampel makanan (Nugraheni et al., 2012). Penelitian sebelumnya tentang usapan alat makan yang pernah dilakukan Sumura Ismayuri dkk sebelumnya, di dapatkan usapan alat makan positif mengandung E.coli. Berdasarkan deskripsi diatas dan mengingat pentingnya pengawasan terhadap kesehatan manusia maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berjudul “ Isolasi dan Identifikasi Bakteri Aerob yang Dapat Menyebabkan Infeksi Nosokomial di Ruangan Instalasi Gizi BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.“

1.2  Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah mengetahui dan memahami definisi dari infeksi nosokomial juga mengetahui bagaimana cara penularan, apa saja penyebab dan dampaknya. Setelah itu upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mengurangi kasus tersebut melalui pengelolaan, pengendalian, dan pencegahannya





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi Nosokomial
Hospital Acquired Infection/Nosocomial Infection (Infeksi Nosokomial) adalah infeksi yang didapat ketika penderita itu dirawat di rumah sakit. Infeksi Nosokomial (INOK) merupakan masalah kesehatan sejak ratusan tahun lalu. Perhatian terhadap infeksi nosokomial telah ada sejak tahun 1840-an di mana Ignaz Semmelweiz memperhatikan tingginya angka kematian pada ruangan persalinan. Ia menduga bahwa ini terjadi akibat infeksi yang dibawa oleh dokter dan mahasiswa dari ruang otopsi. Oleh karena itu ia meminta agar para dokter dan mahasiswa mencuci tangan dulu dengan larutan klronitaed sebelum memeriksa para ibu di ruangan. Ternyata setelah itu angka kematian menurun tajam (Brooks, 2006).
Di Indonesia masalah infeksi nosocomial juga merupakan masalah yang cukup serius. Apalagi di rumah sakit yang jumlah penderita dirawatnya banyak dengan tenaga perawatnya banyak dengan tenaga perawatnya masih terbatas. Masalah Infeksi Nosokomial pada tahun terakhir ini telah menjadi topik pembicaraan di banyak negara. Telah diketahui bahwa pengelolaan infeksi nosokomial menimbulkan biaya tinggi, baik yang ditanggung pihak penderita maupun pihak Rumah Sakit. Bahkan di Amerika, infeksi nosokomial termasuk dalam 10 besar penyebab kematian. Di negara maju, angka kejadian infeksi nosokomial telah dijadikan salah satu tolok ukur mutu pelayanan rumah sakit. Izin operasi suatu rumah sakit bisa dicabut karena tingginya angka kejadian infeksi nosokomial (Alvarado, 2000). Infeksi Nosokomial dapat terjadi dimana saja diruang perawatan rumah sakit, kapan saja, tanpa membedakan umur dan jenis penyakit. Dari data yang didapat dari surveilan WHO menyatakan angka kejadian Infeksi Nosokomial cukup tinggi 5% pertahun atau 9 juta orang dari 190 juta yang dirawat, angka kematiannya cukup tinggi. Infeksi Nosokomial dapat menyebakan kematian dan ketidakwajaran, memperpanjang pasien untuk berada di rumah sakit dan meningkatkan pengeluaran pasien. Semenjak 1970, National Nosocomial Infection Surveillance System (NNIS) telah mengumpulkan dan menganalisis data frekuensi infeksi nosocomial yang ada di rumah sakit (Fuadi, 2005).
Rumah sakit yang tergabung di NNIS dilaporkan dari 26,965 infeksi, 64% disebabkan oleh single pathogen dan 20% disebabkan oleh multiple pathogen. Dari 84% infeksi yang mana pathogen telah terinfeksi, 86% disebabkan oleh bakteri aerobic, 2% bakteri anaerobic, dan 8% fungi. Virus, protozoa, dan parasite lainnya terhitung 5%. Escheria coli, Pseudomonas aeruginosa, enterococci, dan Staphyloccocus yang teridentifikasi pathogen. Data dari rumah sakit individual didapatkan 50% infeksi pada pasien yang mati ketika di rumah sakit. 42 rumah sakit dilaporkan dari total 22.432 infeksi, diantara 1.253 yang mati, ditemukan 1.811 yang terinfeksi. Kira-kira 1% dari semua infeksi nosokomial menyebabkan kematian dan 3% terinfeksi yang memungkinkan juga kematian tersebut. Pasien yang mati ketika di rumah sakit, 9% dilaporkan mati, 38% memungkinkan mati, dan 37% tidak tidak terkait, 15% akibat infeksi lain (Badaruddin, 2006).
Secara umum infeksi nosocomial adalah infekksi yang didapatkan penderita selama dirawat di rumah sakit. Infeksi nosocomial sukar diatasi karena sebagai penyebabkan adalah mikrooraganisme/bakteri yang sudah resisten terhadap antibiotik. Bila terjadi infeksi nosocomial, maka akan terjadi penderitaan yang berkepanjangan serta pemborosan waktu serta pengeluaran biaya yang bertambah tinggi kadang-kadang kualitas hidup penderita akan menurun. Infeksi nosokomial disamping berbahaya bagi penderita, juga berbahya bagi lingkungan baik selama dirawat dirumah sakit ataupun diluar rumah sakit setelah berobat jalan, dengan pengendalian infeksi nosokomial akan menghambat biaya dan waktu yang terbuang. Negara yang sudah maju masalah ini telah diangkat menjadi masalah nasional, sehingga bila angka infeksi noskomial disuatu rumah sakit tinggi, maka izin operasionalnya dipertimbangkan untuk dicabut oleh istansi yang berwenang (Hardjoeno, 2007).
Infeksi nosokomial disebut juga dengan “Hospital acquired infection” apabila memenuhi batasan atau kriteria seperti apabila pada waktu dirawat di RS tidak dijumpai tanda-tanda klinik infeksi tersebut, ada waktu penderita mulai dirawat tidak dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut, tanda-tanda infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya 3 x 24 jam sejak mulai dirawat, infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari nfeksi sebelumya, dan bila pada saat mulai dirawat di RS sudah ada tanda-tanda infeksi, tetapi terbukti bahwa infeksi didapat penderita waktu perawatan sebelumnya dan belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokommial (Katzung, 1997)

2.2 Penyebaran Nosokimial
Rumah sakit selain untuk mencari kesembuhan juga merupakan surnber dari berbagai penyakit, yang berasal dari penderita maupun dari pengunjung yang berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan rumah sakit, seperti udara, air, lantai, makanan dan benda-benda peralatan medis maupuu non medis (Fiel, 2001). Jadi infeksi yang mengenai seseorang dan infeksi tersebut diakibatkan pengaruh dari lingkungan Rumah sakit disebut infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial (Hospital Acquired Infection atau Nosocomial Infection) adalah infeksi yang didapat dari rumah sakit atau ketika penderita itu dirawat di rumah sakit (Kowalski, 2007). Nosokomial berasal dari kata Yunani nosocomium yang berarti rumah sakit. Jadi kata nosokomial artinya "yang berasal dari rumah sakit”, sementara kata infeksi artinya terkena hama penyakit1. Infeksi ini baru timbul sekurang-kurangnya dalam waktu 3 x 24 jam sejak mulai dirawat, dan bukan infeksi kelanjutan perawatan sebelumnya.
Rumah sakit merupakan tempat yang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam dunia kesehatan, danhampir setiap negara mengalami masalah dengan penyakit infeksi. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen dan bersifat sangat dinamis. Salah satu penyakit infeksi yang merupakan penyebab meningkatnya angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortality) di rumah sakit adalah infeksi nosokomial (Kowalski, 2007). memudahkan penularan berbagai penyakit infeksi (Clark dan Powers, 2004). Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit infeksi masih menjadi penyebab utamanya.
Suatu penelitian yang dilakukan olehWHO tahun 2006 menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara di Eropa, Timur tengah, dan Asia Tenggara dan Pasifik terdapat infeksi nosokomial, khususnya di Asia Tenggara sebanyak l0% (Ganiswara, 1995). Di Indonesia yaitu di 10 RSU pendidikan, infeksi nosokomial cukup tinggi yaitu 6-16% dengan rata-rata 9,8% pada tahun 2010. Infeksi nosokomial paling umum terjadi adalah infeksi luka operasi (ILO). Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa angka kejadian ILO pada rumah sakit di Indonesia bervariasi arrtara 2-18% dari keseluruhan prosedur pembedahan (Horan, 2008).
Kebanyakan infeksi nosokomial yang terjadi di rumah sakit disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi flora normal dari pasien itu sendiri dan faktor eksternal meliputi lingkungan rumah sakit, makanan, udara,
pemakaian infus, pemakaian kateter dalam waktu lama dan tidak diganti-ganti, serta benda dan bahan-bahan yang tidak steril (Kowalski, 2007). Menurut penelitian, bakteri patogen penyebab infeksi nosokomial yang paling umum adalah Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter spp, dan Klebsiella pneumonia (Duncan, 2005). Salah satu infeksi nosokomial yang sering dijumpai adalah infeksi saluran urin (Guntur, 2007). Infeksi saluran urin merupakan penyebab utama morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) di rumah sakit, dengan angka kejadian 40 % dari penyakit infeksi yang terjadi di rumah sakit (Krumperman, 1996). Menurut WHO, 80 % dari infeksi saluran urin disebabkan oleh pemakaian kateter dalam waktu yang lama dan tidak diganti-ganti. Biasanya penggunaan kateter dalam waktu lama ini banyak ditemukan pada pasien yang dirawat di bangsal saraf, karena pasien yang dirawat di bangsal saraf ini pada umumnya pasien yang sudah berumur tua, berbaring lama dan dengan penyakit yang parah.

2.3 Triad Epidemiologi
Agent pada penyakit ini merupakan pasien yang berada dirumah sakit memungkinkan mereka tidak terlindungi dari bermacam-macam mikroorganisme (Brown, 2001). Hubungan antara pasien dan mikoroorganisme itu sendiri akibat dari perkembangan penyakit klinis factor lain yang mempengaruhi sifat dasar dan frekuensi dari infeksi nosocomial. Kemungkinan pertama yang penting untuk mempercayai sebagian infeksi dalam karakteristik mikroorganisme, termasuk resistensi terhadap antimicrobial agen, virulensi dan jumlah dari bahan yang terinfeksi (Bockemuhl, 1992). Banyak bakteri, virus, fungi dan parasit lain yang memungkinkan menyebabkan infeksi nosocomial. Infeksi kemungkinan disebabkan oleh mikroorganisme yang diperoleh dari orang lain di rumah sakit (cross-infeksi) atau dapat disebabkan oleh dari dalam diri individu itu sendiri (endogenous-infeksi). Beberapa organisme diperoleh dari kontaminasi yang bersumber dari manusia lain. Alay yang higiene dan antibiotik dalam praktik medis, kebanyakan rumah sakit berhubungan dengan zat-zat pathogen (penyakit yang disebabkan oleh makanan dan udara, tetanus) atau juga dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang tidak ada didalam diri individu atau diphtheria, tuberculosis (Brooks et al., 2005). Kebanyakan infeksi diperoleh di rumah sakit disebabkan oleh mikroorganisme yang mana biasanya dari populasi yang umum, yang mereka menyebabkan tidak atau lebih sedikit penyakit daripada diantara pasien rumah sakit. Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri gram negatif yang dapat menyebabkan penyakit pada hewan dan manusia. Bakteri ini ditemukan di air dan tanah. Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 0,6 x 2 μm (Feil, 2001).
Host juga merupakan pasien mungkin mendapak infeksi nosocomial akibat kondisi tubuhnya tidak fit atau imunitas yang rendah, umur, penyakit bawaan, diagnosis dan terapi. Dapat menyerang seluruh umur, anak-anak, muda, tua yang mana resistensi tubuhnya terhadap infeksi menurun. Pasien yang mempunyai riwayak penyakit kronis seperti tumor ganas, leukemia, diabetes militus, gagal ginjal, AIDS mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk terserang bakteri pathogen (Hart dan Shear, 1996). Staf rumah sakit dokter dan personeil paramedis merupakan sumber infeksi yang penting dalam terjadinya infeksi nosocomial, perlu diperhatikan kesehatan dan kebersihannya, pengetahuan tentang septik dan aseptic, dan keterampilan teknik perawatan. Keluarga pasien yang berkunjung, jika keluarga pasien tidak mematuhi peraturan yang ada di rumah sakit, maka akan menyebabkan kemungkinan bagi mereka untuk terserang infeksi nosocomial ini. Terlebih lagi mereka mempunya kemiripan faktor gen (Darmadi, 2008).
Faktor Lingkungan tak kalah pentingnya sebagai penunjang untuk terjadinya infeksi nosocomial bagi pasien yang dirawat. Umumnya pasien yang dirawat diharuskan menampung sputumnya setiap kali batuk. Kebanyakan pasien membuang sputum yang berkumpul tersebut di WC atau di kamar mandi terkontaminasi bakteri (Cowan da Stell, 1993). Hal ini perlu mendapat perhatian, arena dilaporkan bahwa air mandi yang terkontaminasi mikroorganisme pathogen dan berhasil merenggut korban sebanyak 128 dan meninggal 29 orang. Sedangkan sirkulasi udara perlu mendapat perhatian. Sepeti dibangsal-bangsal yang dihuni oleh banyak pasien. Di ruangan ini sirkulasi udara kurang baik, sehingga terjadinya infeksi nosocomial pada pasien yang dirawat mungkin sekali. Mengenani pembuangan bahan yang harus dibuang yang perlu mendapat perhatian adalah pembuangan sputum yang dilakukan oleh pasien di kamar mandi, WC akan berbahaya tidak saja bagi pasien, tetapi juga bagi petugas atau orang lain (Husada et al., 2008).

2.4 Transmisi Infeksi Nosokomial
Bakteri yang menyebabkan infeksi nosokomial dapat menyebar dalam berbagai cara yang telah permanen atau hanya singgah sementara pada pasien (endogenous infection). Bakteri ada dikeadaan normal yang menyebabkan transmisi baik dari habitat luar dan dalam (system urinaria), merusak jaringan (melukai) atau penggunaan antiobiotik yang tidak tepat. Sebagai contoh, bakteri gram negative yang menyerang saluran pencernaan sering kali disebabkan daerah pembedahan atau bekas operasi yang terinfeksi setelah melakukan operasi di bagian perut atau menyerang sisitem urinaria di saluran kencing (Harjoeno, 2007). Antara pasien yang lain atau para pegawai (exogenous cross-infection). Bakteri menular diantara pasien seperti kontak langsung diantara pasien seperti tangan, kelenjar saliva,  udara, debu atau sirkulasi udara yang terkontaminasi oleh bakteri yang sudah menyerang pasien, melalui kontaminasi oleh pegawai atau perawat tangan, baju, hidung dan tenggorokan atau kerongkongan yang dapat jadi itu terjadi untuk sementara atau karir permanen, melalui objek yang terkontaminasi dari pasien termasuk peralatan, tangan pegawai, pengunjung atau sumber dari lingkungan itu sendiri seperti air, gas, makanan (Guntur, 2007). Lingkungan (endemic or epidemic exogenous environmental infections). Beberapa tipe dari mikroorganisme yang selalu ada di lingkungan rumah sakit seperti di air, area yang lembab atau basah, dan produk yang steril atau tidak terinfeksi Pseudomonas, Acineotobacter, Myobacterium. Peralatan yang digunakan untuk perawatan, pada makanan, debu bakteri yang diameternya lebih kecil dari 10 µm tinggal pada udara pada beberapa jam dan dapat terhirup pada keadaan yang bersamaan dengan debu (Duncan, 2005).
Periode infeksi noskomial ini tergantung dari imunitas pasien sendiri. Jika ia mempunyai imunitas yang kuat terhadap faktor eksogen  seperti kelompok yang merawat, alat medis, serta lingkunga yang tidak baik. Maka bisa jadi ia tidak terserang Infeksi Nosokomial. Jika imunitasnya tidak cukup kuat, maka dapat jadi pasien tersebut dirawat berhari, berminggu-minggu dan lebih parahnya berbulan-bulan. Stratifikasi risiko perolehan infeksi nosokomial di tentukan dari semua pasien faktor, seperti imunitas yang membahayakan dan melakukan campur tangan yang dapat meningkatkan factor risiko. Perawatan pasien harus dibedakan berdasarkan macam-macam infeksi yang ada. Penilaian risiko akan sangat membantu untuk mengkategorikan pasien dan mengontrol infeksi yang kira-kira akan ada pada kedepannya. Mengurangi transmisi dari orang ke orang hand decontamination dapat dilakukan dengan mencuci tangan, menjaga kehigienisan diri khususnya tangan. Personal higiene para pegawai harus mempunyai personal hygiene yang bagus kuku harus bersih dan tetap pendek. Rambut sekiranya pendek dan terikat, jambang atau kumis pendek dan bersih (Cowan dan Stell, 1993).
Normalnya para pegawai memakai pakaian yang seragam dan ditutupi oleh jas putih, sepatu diderah yang harus terjaga kebersihannya dan di ruang operasi, para pegawai harus memakai sepatu yang sudah distandarkan, yang mana mudah dipakai dan dibersihkan. Menggunakan masker yang terbuat dari wool, atau bahan-bahan lain yang tidak mudah terinfeksi. Sarung tangan digunakan untuk melindungi pasien para staff menggunakan sarung tangan yang steril untuk operasi, dan kegiatan lain sarung tangan yang tidak steril harus dijauhkan dari pasien tangan harus dicuci bersih ketika sarung tangan dilepas. Praktik menyuntik yang aman untuk mencegah transmisi diantara pasien dan suntikan. Mengurangi suntikan yang ridak perlu, menggunakan jarum suntik yang aman gunakan jarum suntik untuk sekali pakai, encegah kontaminasi melalui obat patuhi semua peraturan yang ada (Murray et al., 2007).
Mencegah transmisi dari lingkungan rumah sakit yang bersih dan rutin untuk membersihkan area rumah sakit, memungkinkan pengurangan mikroorganisme yang hidup dalam kondisi kotor. Harus ada kebijaksanaan tentang seberapa sering rumah sakit dibersihkan. Mencegah infeksi perlengkapan pasien harus menemukan cara untuk membasmi organisme mempunyai bahan pembersih harus mengetahui jumlah bakteri yang ada, tingkat kebahayaannya di air atau kehadiran mereka di sabun dan protein. Menggunakan air hangat untuk membersihkan alat-alat seperti peralatan kebersihan, alat dapur. Sterilisasi digunakan untuk membasmi mikroorganisme. Dengan cara ini dapat mengurangi mikroba yang berukuran 10-6 um (Kowalski, 2007)
Pengobatan pemeriksaan mikrobiologi klinik berperan dalam seluruh tahapan asuhan atau pelayanan medis yang berhubungan dengan tatalaksana atau pengobatan penderita penyakit infeksi yang meliputi. Pengelolaan penderita (monitoring) atau tindak lanjut hasil terapi antibiotik. Pemeriksaan mikrobiologi klinik memungkinkan untuk mengetahui kuman penyebab infeksi beserta gambaran pola keperkaan kuman terhadap antibiotic, sehingga akan membantu klinisi dalam pemilihan antibiotika. Hanya saja untuk pemeriksaan sampai indentifikasi memerlukan waktu 3-4 hari, sementara itu pemberian antibiotik kepada pasien tidak dapat ditunda. Dalam keadaan seperti ini maka pemilihan antibiotik secara benar sangat penting berdasarkan gambaran pola kepekaan kuman yang ada dilingkungan rumah sakit (oran, 2008).



















BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Hasil Penelitian
Ruang instalasi gizi harus dekat dengan instalasi rawat inap sehingga waktu pendistribusian makanan bisa merata untuk semua pasien. Pegawai di instalasi gizi BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado berjumlah 24 orang. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Instalasi Gizi BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou, yaitu penelitian infeksi nosokomial pada alat makan dan makanan sebanyak 30 sampel. Pengambilan sampel dapat diuraikan dalam tabel berikut.
Tabel 1. Uraian Pengambilan Sampel
Kategori
Sampel
Jumlah sampel
Alat makan
Piring
24
Makanan

Ikan woku, sayur campur, ikan goreng, tahu tempe, telur rebus
6
Total
30
Keterangan: Tabel 1 menunjukkan sampel pada penelitian ini alat makan yaitu: piring dan makanan yaitu: ikan woku, sayur campur, ikan goreng, tahu tempe, telur rebus.

3.2 Distribusi Sampel
Distribusi sampel berdasarkan pertumbuhan bakteri pada media Nutrien Agar, Mac Conkey Agar, SS Agar. Dari 30 sampel yang diteliti, bakteri yang tumbuh pada Nutrien Agar sebanyak 24 sampel, pada Mac Conkey Agar sebanyak 11 sampel, SS Agar sebanyak 2 sampel.
a.    Alat makan
Tabel 2. Distribusi Pertumbuhan Bakteri Pada Alat Makan
Nutrien agar
Mac conkey agar
Ada pertumbuhan
24
9
Tidak ada pertumbuhan
-
15
Total
24
24
Keterangan: Tabel 2 menunjukkan pertumbuhan bakteri sampel alat makan pada media nutrient  agar sebanyak 24 sampel, mac conkey agar sebanyak 9 sampel dan ada 15 sampel yang tidak ada pertumbuhan pada media mac conkey agar.

b. Makanan
Tabel 3. Distribusi Pertumbuhan Bakteri Pada Makanan
Perbenihan
SS agar
Mac conkey agar
Ada pertumbuhan
2
2
Tidak ada pertumbuhan
4
4
Total
6
6
Keterangan: Tabel 3 menunjukkan pertumbuhan bakteri sampel makanan pada  media SS agar sebanyak 2 sampel, mac conkey agar sebanyak 2 sampel dan  ada 4 sampel yang tidak ada pertumbuhan pada media SS agar dan mac conkey agar.

3.3 Hasil Pewarnaan Gram
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobilogi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado terhadap 30 sampel. Hal ini disajikan dalam tabel 4.
a.       Alat makan
Tabel 4. Hasil Pewarnaan Gram Pada Alat Makan
Jenis bakteri
Jumlah sampel
Presentase (%)
Bakteri gram  positif
11
45,84
Bakteri gram negatif
9
37,5
Bakteri gram positif dan negatif
4
16,67
Total
24
100   

b.      Makanan
Tabel 5. Hasil Pewarnaan Gram Pada Makanan
Jumlah sampel
Presentase (%)
Bakteri gram positif
-
-
Bakteri gram negatif
2
100
Bakteri gram positif dan negatif
-
-
Total
2
100
Keterangan: Tabel 5 menunjukkan hasil pewarnaan gram pada sampel makanan dimana
bakteri gram negatif (100%) dan tidak ada bakteri gram positif negatif.



3.4 Distribusi Pertumbuhan Bakteri
Hasil identifikasi bakteri dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6 menunjukkan total bakteri yang didapat adalah 26 bakteri terdiri dari 10 spesies yaitu Bacillus subtilis terbanyak ditemukan yaitu 10 sampel (33,3%), Kokus gram negatif ditemukan sebanyak 3 sampel (10%), Lactobacillus ditemukan sebanyak 3 sampel (10%), Enterobacter agglomerans ditemukan sebanyak 2 sampel (6,7%), Serratia rubidaea ditemukan sebanyak 2 sampel (6,7%), Providencia stuartii ditemukan sebanyak 1 sampel (3,3%), Serratia liquefaciens ditemukan sebanyak 1 sampel (3,3%), Providencia rettgeri ditemukan sebanyak 1 sampel (3,3%), Vibrio cholera ditemukan sebanyak 1 sampel (3,3%), Enterobacter cloacae ditemukan sebanyak 1 sampel (3,3%), Enterobacter aerogenes ditemukan sebanyak 1 sampel (3,3%), dan ada sebanyak 4 sampel (13,3%) yang tidak tumbuh pada media pertumbuhan. Hasil distribusi bakteri juga dapat diuraikan berdasarkan kategori sampel pada tabel 7.
Tabel 6. Hasil Distibusi Bakteri
Bakteri
Jumlah sampel
Presentase (%)
Bacillus subtilis
10
33,3
Kokus gram negatif
3
10
Lactobacillus
3
10
Enterobacter agglomerans
2
6,7
Serratia rubidaea
2
6,7
Providencia stuartii
1
3,3
Serratia liquefaciens
1
3,3
Providencia rettgeri
1
3,3
Vibrio cholerae
1
3,3
Enterobacter cloacae
1
3,3
Enterobacter aerogenes
1
3,3
Tidak ada bakteri
4
13,3
Total
30
100
Keterangan: Tabel 6 menunjukkan total bakteri yang didapat sebanyak 26 bakteri terdiri dari 10 spesies bakteri yaitu Bacillus subtilis (33,3%), Kokus gram negatif (10%), Lactobacillus (10%), Enterobacter agglomerans (6,7%), Serratia rubidaea (6,7%), Providencia stuartii (3,3%), Serratia liquefaciens (3,3%), Providencia rettgeri (3,3%), Vibrio cholera (3,3%), Enterobacter cloacae (3,3%), Enterobacter aerogenes (3,3%).

Dari hasil uraian kategori menurut alat makan terdiri dari Bacillus subtilis ditemukan sebanyak 10 sampel (41,7%), Kokus gram negatif ditemukan sebanyak 3 sampel (12,5%), Lactobacillus ditemukan sebanyak 3 sampel (12,5%), Enterobacter agglomerans ditemukan sebanyak 2 sampel (8,3%), Serratia rubidaea ditemukan sebanyak 2 sampel (8,3%), Providencia stuartii ditemukan sebanyak 1 sampel (4,17%), Serratia liquefaciens ditemukan sebanyak 1 sampel (4,17%), Providencia rettgeri ditemukan sebanyak 1 sampel (4,17%), Vibrio cholera ditemukan sebanyak 1 sampel (4,17%).
3.5 Pembahasan
Dalam periode November 2014 – Januari 2015, telah diteliti sampel berupa alat makan dan makanan di Instalasi gizi RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado sebanyak masing- masing 24 sampel alat makan dan 6 sampel makanan, dan dilakukan pemeriksaan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. Berdasarkan hasil yang didapatkan, pada penelitian dari 24 sampel alat makan, bakteri yang tumbuh pada Nutrien Agar sebanyak 24 sampel (100%), dan bakteri yang tumbuh pada MacConkey Agar sebanyak 9 sampel (37,5%), sedangkan hasil yang didapatkan pada penelitian dari 6 sampel makanan, bakteri yang tumbuh pada SS Agar sebanyak 2 sampel (33,4%), dan yang tumbuh pada MacConkey Agar sebanyak 2 sampel (33,4%).
a. Alat makan
Tabel 7. Hasil Distribusi Bakteri Pada Alat Makan
Bakteri
Jumlah sampel
Presentase (%)
Bacillus subtilis
10
41,7
Kokus gram negatif
3
12,5
Lactobacillus
3
12,5
Enterobacter agglomerans
2
8,3
Serratia rubidaea
2
8,3
Providencia stuartii
1
4,17
Serratia liquefaciens
1
4,17
Providencia rettgeri
1
4,17
Vibrio cholerae
1
4,17
Total
24
100
Keterangan: Tabel 7 menunjukkan total bakteri pada alat makan terdiri dari 10 spesies bakteri yaitu Bacillus subtilis (41,7%), Kokus gram negatif (12,5%), Lactobacillus (12,5%), Enterobacter agglomerans (8,3%), Serratia rubidaea (8,3%), Providencia stuartii (4,17%), Serratia liquefaciens (4,17%), Providencia rettgeri (4,17%), Vibrio cholera (4,17%).



b. Makanan
Tabel 8. Hasil Distribusi Bakteri Pada Makanan
sampel
Presentase (%)
Enterobacter cloacae
1
16,67
Enterobacter aerogenes
1
16,67
Tidak ada bakteri
4
66,67
Total
6
100
Keterangan: Tabel 8 menunjukkan total bakteri pada makanan terdiri dari Enterobacter cloacae sampel (16,67%), Enterobacter aerogenes (16,67%) dan ada sebanyak 4 sampel (66,67%) yang tidak tumbuh pada media pertumbuhan.

Dari hasil uraian kategori menurut makanan terdiri dari Enterobacter cloacae ditemukan sebanyak 1 sampel (16,67%), Enterobacter aerogenes ditemukan sebanyak 1 sampel (16,67%), dan ada sebanyak 4 sampel (66,67%) yang tidak tumbuh pada media pertumbuhan. Hasil koloni bakteri yang tumbuh selanjutnya dilakukan pewarnaan gram dan selanjutnya dilakukan dengan identifikasi dengan uji biokimia. Hasil identifikasi bakteri ditemukan 11 spesies bakteri yaitu Bacillus subtilis, Kokus gram negatif, Lactobacillus, Enterobacter agglomerans, Serratia rubidaea, Providencia stuartii, Serratia liquefaciens, Providencia rettgeri, Vibrio cholerae, Enterobacter cloacae, Enterobacter aerogenes. Bakteri yang ditemukan di alat makan terdiri dari Bacillus subtilis ditemukan sebanyak 10 sampel (41,7%), Kokus gram negatif ditemukan sebanyak 3 sampel (12,5%), Lactobacillus ditemukan sebanyak 3 sampel (12,5%), Enterobacter agglomerans ditemukan sebanyak 2 sampel (8,3%), Serratia rubidaea ditemukan sebanyak 2 sampel (8,3%), Providencia stuartii ditemukan sebanyak 1 sampel (4,17%), Serratia liquefaciens ditemukan sebanyak 1 sampel (4,17%), Providencia rettgeri ditemukan sebanyak 1 sampel (4,17%), Vibrio cholera ditemukan sebanyak 1 sampel (4,17%). Sedangkan bakteri yang ditemukan di makanan terdiri dari Enterobacter cloacae ditemukan sebanyak 1 sampel (16,67%), Enterobacter aerogenes ditemukan sebanyak 1 sampel (16,67%), dan ada sebanyak 4 sampel (66,67%) yang tidak tumbuh pada media pertumbuhan.
Berdasarkan tabel 6 didapatkan kuman tersering yang didapatkan pada penelitian ini adalah Bacillus subtilis sebanyak 10 sampel, bakteri Bacillus subtilis merupakan organisme saprofit yang lazim terdapat dalam tanah, air, udara dan sayuran. Bacillus subtilis adalah bakteri pembentuk endospora, endospora yang terbentuk memungkinkan untuk menahan suhu ekstrim serta lingkungan yang kering. Bakteri Bacillus subtilis merupakan bakteri non-patogenik. Bakteri ini dapat mencemari makanan, namun jarang menyebabkan keracunan makanan (Brooks , 2007).
Hasil penelitian ini, menemukan jenis bakteri yang sama dengan yang ditemukan oleh Ekrami et al menyatakan bahwa penelitian yang dilakukan di instalasi gizi rumah sakit di Iran didapatkan sejumlah besar bakteri berupa: Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumonia, E.coli, Enterobacter spp, Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus spp, Proteus spp, Acinetobacter spp, Bacillus spp (Ekrami  et al., 2011) Dimana peneliti mendapatkan bakteri bacillus subtilis yang terbanyak pada alat makan. Selanjutnya kuman yang ditemukan dalam penelitian ini adalah Kokus gram negatif sebanyak 3 sampel. Bakteri ini adalah kelompok kokus kecil, gram-negatif dan merupakan bagian dari flora normal mulut, nasofaring dan mungkin usus. Kadang-kadang spesies ini diisolasi dari infeksi polimikroba anaerob. Spesies ini jarang menjadi satu-satunya penyebab infeksi (Brooks , 2007). Tidak dilanjutkan penelitian untuk uji biokomia pada bakteri ini. Berikutnya bakteri Lactobacillus ditemukan sebanyak 3 sampel. Bakteri ini umumnya berhubungan dengan sistem pencernaan manusia dan hewan. Normalnya bakteri ini adalah mikroflora sistem pencernaan, yang berfungsi sebagai imunomodulasi, menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan mempertahankan mikroflora sistem pencernaan normal.
Berikutnya bakteri Enterobacter agglomerans ditemukan sebanyak 2 sampel. Agglomerans pantoea (sebelumnya Enterobacter agglomerans) adalah kuman gram negatif, tidak berspora dan termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Bakteri ini banyak ditemukan di air, tanah, limbah, sayuran dan bahan makanan. Bakteri ini adalah patogen pada hewan dan manusia. P. agglomerans dikenal sebagai patogen tanaman. Pada pertengahan tahun 1960-an, bakteri ini diidentifikasi sebagai kuman penyebab infeksi nosokomial (Mardaneh et al., 2013). Selain itu pada penelitian ini juga ditemukan bakteri Serratia rubidaea sebanyak 2 sampel dan Serratia liquefaciens sebanyak 1 sampel. Serratia spp merupakan bakteri batang gram negatif, bakteri ini ditemukan di permukaan tanah, air dan tanaman. Serratia spp termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Bakteri ini merupakan bakteri patogen oportunistik dan dapat menyebabkan infeksi termasuk bakterimia, pneumonia, gastroenteritis. Sampai saat ini, sebagian besar Serratia spp dianggap sebagai patogen infeksi nosokomial (Fatmawati, 2013).
Hasil penelitian yang ditemukan Cairo Romilda C et al menyatakan bahwa penelitian yang dilakukan di instalasi gizi rumah sakit anak di Brazil menemukan bakteri Serratia spp pada tangan pegawai instalasi gizi.18 Berbeda dengan hasil yang didapatkan peneliti bahwa bakteri Serratia spp ditemukan di alat makan. Bakteri Serratia spp dapat mengkontaminasi alat makan melalui tangan pegawai instalasi gizi yang kurang higiene, dimana kebersihan penjamah atau pengolah makanan merupakan faktor penting agar tidak terjadi kontaminasi pada makanan yang akan ditangani. Prosedur penting untuk penjamah atau pengolah makanan adalah pencucian tangan, kebersihan dan kesehatan diri.
Providencia stuartii dan Providencia rettgeri masing-masing ditemukan sebanyak 1 sampel dari 30 sampel. Providencia sp merupakan bakteri batang gram negatif dan merupakan bakteri flora normal usus. Semua organisme tersebut dapat menimbulkan infeksi saluran kemih dan kadang-kadang infeksi lain seperti gastroenteritis dan bakterimia. Infeksi yang diakibatkan oleh Providencia sp jarang terjadi dan bakteri ini dapat menyebabkan infeksi nosokomial.
Hasil penelitian yang ditemukan Synder Peter menyatakan bahwa penelitian yang dilakukan di rumah sakit di Minnesota menemukan bakteri Providencia sp pada tangan tangan pegawai rumah sakit.21 Berbeda dengan hasil yang didapatkan peneliti bahwa bakteri Providencia sp ditemukan di alat makan. Bakteri ini dapat mengkontaminasi alat makan melalui tangan pegawai yang kurang higiene. Kontaminasi ini dapat menjadi rantai penyakit. Vibrio cholerae adalah bakteri batang gram negatif. Dalam kondisi yang normal, V. cholerae bersifat patogenik hanya pada manusia. V.cholerae dapat menyebabkan kolera pada manusia, sementara vibrio lainnya dapat menyebabkan sepsis atau enteritis. Organisme ini tidak memasuki aliran darah tetapi tetap di dalam usus. Organisme V. cholerae yang virulen menempel pada mikrovili brush border sel epitel. Di tempat ini mereka berkembang biak dan mengeluarkan toksin kolera.
Kuman lainnya yang ditemukan dalam penelitian ini adalah Enterobacter cloacae dan Enterobacter aerogenes. Enterobacter cloacae didapatkan sebanyak 1 sampel dan Enterobacter aerogenes didapatkan sebanyak 1 sampel. Enterobacter sp ditemukan di kulit manusia, tanah, air dan limbah. Enterobacter sp khususnya Enterobacter cloacae dan Enterobacter aerogenes merupakan patogen penyebab infeksi nosokomial dan bertanggung jawab untuk berbagai infeksi diantaranya, infeksi saluran pernafasan, infeksi saluran kemih, sepsis, infeksi intraabdominal, infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi mata dan infeksi saluran pencernaan. Meskipun infeksi Enterobacter yang didapatkan di lingkungan sering dilaporkan, tetapi infeksi Enterobacter nosokomial jauh lebih sering. Organisme ini jarang menyebabkan penyakit pada orang sehat. Kuman patogen oportunistik ini mirip dengan anggota lain dalam famili Enterobacteriaceae. Sumber infeksi dapat melalui kulit, saluran pencernaan atau saluran kemih. Beberapa laporan dicurigai berasal dari tangan perawat, endoskopi dan stetoskop. Laporan sebelumnya dari National Nosocomial Infections Surveillance System (NNIS) bahwa Enterobacter sp menyebabkan 11,2% kasus pneumonia di semua jenis ICU yang merupakan peringkat ketiga setelah Staphylococcus aureus (18,1%) dan P. aeruginosa (17%).
Hasil ditemukan oleh Ekrami et al menyatakan bahwa penelitian yang dilakukan di instalasi gizi rumah sakit di Iran pada cucian piring, troli pengangkut makanan, permukaan meja persiapan makanan, penggiling daging didapatkan bakteri Enterobacter spp. Berbeda dengan hasil yang didapatkan peneliti bahwa bakteri Enterobacter spp ditemukan di makanan.  Penelitian yang dilakukan oleh Husain dan Albasar MI di instalasi gizi rumah sakit umum daerah Luwuk kabupaten Banggai menemukan bakteri E.coli positif pada beberapa sampel makanan.
Penyelenggaraan makanan di rumah sakit dengan tujuan utama untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien agar dapat mempercepat penyembuhan penyakitnya, maka perlu adanya upaya penyehatan makanan berupa pengendalian faktor yang memungkinkan terjadinya kontaminasi pada makanan yang akan disajikan, sehingga makanan pun dapat berfungsi ganda yakni selain berfungsi untuk memenuhi zat-zat gizi tubuh, juga dapat berfungsi sebagai obat untuk mempercepat penyembuhan penyakit pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu tempat umum yang memberikan pelayanan kesehatan masyarakat dengan inti pelayanan medis.
Salah satu sarana penunjang kegiatan pelayanan medis yang sangat penting adalah instalasi gizi. Sarana instalasi gizi rumah sakit berperan penting dalam penyelenggaraan makanan rumah sakit oleh karena tugas dan fungsinya sangat sentral dalam penyembuhan pasien. Pemenuhan zat gizi pasien belum menjamin seseorang akan cepat sembuh, manakala makanan tersebut terkontaminasi oleh bahan berbahaya dan bakteri yang mematikan. Terjadinya kontaminasi dapat terjadi selama tahapan pengelolaan makanan mulai dari pemilihan bahan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan makanan, penyimpanan makanan, pengangkutan dan penyajian makanan contohnya tercemarnya bahan baku, kebersihan peralatan masak dan makan, food handler, air pencuci peralatan, dan serangga serta binatang penganggu sebagai vektor penyakit.  


















KESIMPULAN
Nosokomial di dunia, bahkan di Indonesia dapat disimpulkan bahwa Infeksi Nosokomial ini sangat perlu dikendalikan dan harus diprioritaskan agar bisa memutus rantai infeksi. Apabila tidak maka semakin banyak orang yang akan menderita penyakit ini, menurunkan derajat kesehatan, dan juga infeksi nosocomial akan mencemari citra rumah sakit.
Berdasarkan hasil penelitian isolasi dan identifikasi bakteri aerob yang dapat menyebabkan infeksi nosokomial di ruangan instalasi gizi BLU RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado, maka dapat disimpulkan bahwa jumlah bakteri yang didapat dari 30 sampel sebanyak 11 bakteri. Bakteri yang paling banyak pada pemeriksaan ini yaitu Bacillus subtilis (33,3%), Kokus gram negatif ditemukan sebanyak 3 sampel (10%), Lactobacillus ditemukan sebanyak 3 sampel (10%), Enterobacter agglomerans ditemukan sebanyak 2 sampel (6,7%), Serratia rubidaea ditemukan sebanyak 2 sampel (6,7%), Providencia stuartii ditemukan sebanyak 1 sampel (3,3%), Serratia liquefaciens ditemukan sebanyak 1 sampel (3,3%), Providencia rettgeri ditemukan sebanyak 1 sampel (3,3%), Vibrio cholera ditemukan sebanyak 1 sampel (3,3%), Enterobacter cloacae ditemukan sebanyak 1 sampel (3,3%), Enterobacter aerogenes ditemukan sebanyak 1 sampel (3,3%), dan ada sebanyak 4 sampel (13,3%) yang tidak tumbuh pada media pertumbuhan.












DAFTAR PUSTAKA
Adysaputra, S. A., Rauf, A. M dan Bahar, B. (2009). Patterns and Prevalence of Nosocomial Microbial Infection from Intensive Care Unit Patients, Wahidin Sudirohusodo Hospital, Makassar. Makassar: Hasanuddin University Press. Indonesian Journal Of Medical Science. Vol. 2, No. 2, P. 67-70.

Alvarado, C. J, (2000). The Science of Hand Hygiene: A Self Study Monograph. University of Wisconsin Medical School and Sci-Health Communication. March.

Badaruddin, M. A. (2006). Nosocomial Infections In Public Sector Hospitals: Urgent Need For Structured And Coherent Approach To The Problem. Islamabad: The Journal of the Pakistan Medical Association. Vol. 31, No. 2, P. 81-86.

Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Jawetz, Melnick, & Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi ke-23. Jakarta: EGC. 2007

Bockemuhl, J. (1992). Enterobacteriaceae. In: F. Burkhardt. Mikrobiologische Diagnostik. Stuttgart, New York: Thieme Verlag.

Brooks, G. F., J. S. Butel and S. A. Morse, Jawetz, Melnick And Adelberg’s. (2005). Mikrobiologi Kedokteran 2 (Edisi I). Diterjemahkan oleh N. Widorini. Jakarta : Salemba Medika.

Brown, A. (2001). Benson: Microbiological Applications Lab Manual. 8th Ed. New York: The McGraw-Hill Companies.

Cairo Romilde, Silvia L, Andrade C, Santos kleber, antos D, et al. Bacterial contamination in milk kitchen in pediatric hospital in Salvador, Brazil. Braz J Infect Dis/ 2008;12(3).

Clark, R., Powers, R. (2004). Nosocomial Infection in the NICU: A Medical Complication or Unavoidable Problem?. Journal of Perinatology. Vol. 24, P. 382-388.

Cowan And Steel’s. (1993). Manual for Identification of Medical Bactery. 3rd Ed. England: Cambridge University Press.

Darmadi. (2008). Infeksi Nosokomial:Problematika dan pengendaliannya. Jakarta: Salemba Medika.

Duncan, F. (2005). MCB 1000L Applied Microbiology Laboratory Manual. 4th Ed. New York: The McGraw-Hill Companies.

Djarismawati, Sukana B, Sugiharti. Pengetahuan Dan Perilaku Penjamah Tentang Sanitasi Pengolahan Makanan Pada Instalasi Gizi Rumah Sakit Di Jakarta. Media Litbang Kesehatan. 2004;24:31.

Ducel G, Fabry J, Nicolle L. Prevention of hospital – acquired infections. World Health Organization. 2002;12:1,4,52

Ekrami A, Kayedani A, Jahangir M, Kalantar E, Jalali M. Isolation of common aerobic bacterial pathogens from the environment of seven hospitals, Ahvaz, Iran. Jundishapur Journal of Microbiology. 2011;4(2): 79.

Fatmawati S, Rosidi A, Handarsari E. Perilaku higiene pengolah makanan berdasarkan pengetahuan tentang higiene mengolah makanan dalam penyelenggraan makanan di pusat pendidikan dan latihan olahraga pelajar jawa tengah. Jurnal gizi Universitas Muhammadiyah Semarang. 2013;2(2) 30-31

Guntur, A. (2007). The Role of Cefepime: Empirical Treatment in Critical Illness. Jurnal Kedokteran dan Farmasi. Vol. 20, No. 2.

Fuadi, A. (2005). Pengaruh Irigasi Kateter Uretra dengan Menggunakan NaCl Fisiologis secara Terus Menerus terhadap Jmlah Kuman dalam Urin. Semarang: Universitas Diponegoro.

Fiel, S. (2001). Guidelines and critical pathways for severe hospital-acquired pneumonia. Chest,119: 412S–418S.

Ganiswara, S. G., dkk, (1995). Farmakologi dan Terapan, Edisi ke-4, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UI: Jakarta.

Hardjoeno, H., Tenri, E., dan Nurhayana. (2007). Kumpulan Penyakit Infeksi dan Tes Kultur Sensitifitas Kuman serta Upaya Pengendaliannya. Bagian Patologi Klinik FK-UNHAS. Makassar.

Hart, T dan Shears, P. (1996). Atlas Berwarna Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Hipokrates.

Horan, T, C., Andrus, M., and Dudeck, M, A. (2008). CDC/NHSN Surveillance Definition of Health Care-associated Infection and Criteria For Specific Types of Infections In The Acute Care Setting. AJIC Major Articles. Vol. 36, No. 5, P. 309-332.

Husada, S., Sunaryo, H., Kuntanam, Widodo, J. P., dan Widjoseno, G. (2008). Perbandingan dan Penyebaran Escherichia coli dan Klebsiella pneumonia penghasil Extended Spectrum Beta-Laktamase pada Isolat urin Pasien Pria dengan Kateter dan Tampa Kateter. JURI. Vol. 15, No. 1, P. 15-20.

Katzung, B. G. (1997). Basic and Clinical Pharmacology Ed VI, alih bahasa staf dosen Farmakologi Fakultas Kedokteran UNSRI, editor H Azwar Agoes, EGC: Jakarta.

Kowalski, J. W. (2007). Air-Treatment Systems for Controlling Hospital-Acquired Infections. New York: Immune Building Systems Inc.

Kreig, N. P and J. G. Holt. (1984). Bergey Manual Systematic Bacteriology. Williams and Winken: Baltimore.

Krumperman, P. H, (1996). Multiple Antibiotic Resistance Indexing Escherichia coli to Identify Risk Source of Fecal Contamination of Food. Applied and Environmental Microbiology, No.46, P. 165-170.

Kementrian Kesehatan RI. Seri Perencanaan Pedoman Teknis Saran dan Prasarana Rumah Sakit Kelas B. Jakarta. 2010

Lynch, P et al, (1997). Infection Prevention with Limited resources. ETNA Communications: Chicago.

Mardaneh J, Dallal Mohammad MS. Isolation, identification and antimicrobial susceptibility of Pantoea (Enterobacter) agglomerans isolated from consumed powdered infant  formula milk (PIF) in NICU ward: First report from Iran. Iran J Microbiol. 2013;5(3): 263-267.

Murray, P.R., Baron, E.J., Jorgensen, J., Pfaller, M., And Yolken, R. (2007) Manual of Clinical Microbiology. 9th Ed. Washington DC: ASM Press.

Muslim, R. (2005). Pengaruh Irigasi Kateter Uretra dengan Menggunakan NaCl Fisiologis Secara Terus Menerus terhadap Jumlah Kuman Dalam Urin. (Skripsi). Semarang: Universitas Diponegoro.

Nurmianto E, Wessiani NA, Aprilia B, Lukitawati L, Siswanto B. Peningkatan kenyamanan staf Rumah Sakit melalui studi desain tata letak dapur yang ergonomis. Jurnal Teknik dan Manajemen Industri. 2011;6:87

Nurlaela E. Keamanan Pangan Dan Perilaku Penjamah Makanan Di Instalasi Gizi Rumah Sakit. Media Gizi Masyarakat Indonesia. 2011;1:1-3

Nugraheni R, Suhartono, Winarni S. Infeksi nosokomial di RSUD Setjonegoro Kabupaten Wonosobo. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia. 2012;11:95

Sumira I, Endriani R, Chandra F. Gambaran Higiene Sanitasi dan Pemerikasaan Bakteriologis Pada Peralatan Makan Di Instalasi Gizi RS X.